Kritik Sosial: Regulasi yang Berorientasi Tujuan

Dalam menyusun regulasi, sering kali pemerintah terjebak dalam dua ekstrem. Di satu sisi, aturan dibuat terlalu umum sehingga dianggap “ngambang” dan tidak memberi kepastian. Di sisi lain, aturan dibuat terlalu detail hingga terasa menjebak, mudah disalahgunakan untuk membandingkan praktik di lapangan dengan pasal-pasal tertulis.

Akibatnya, pelaku di lapangan berada dalam situasi dilematis: mengikuti aturan bisa terasa kaku, sementara berinovasi bisa dianggap menyimpang. Situasi inilah yang sering menimbulkan keluhan “aturan tidak membantu, malah menghambat.”

Saya percaya, regulasi yang sehat adalah regulasi yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented). Artinya, aturan harus membantu mencapai outcome yang lebih baik: pelayanan publik yang efisien, pengelolaan sumber daya yang optimal, dan hasil pembangunan yang dirasakan masyarakat. Pencegahan kecurangan tentu penting, tetapi jangan sampai tujuan utama regulasi hanya sebatas “anti-fraud”, melupakan orientasi manfaat yang lebih luas.

Kita perlu menggeser cara pandang: dari sekadar membuat aturan untuk menghindari masalah, menjadi membuat aturan untuk mencapai hasil. Dengan begitu, regulasi tidak hanya menjadi pagar, tetapi juga jembatan menuju perubahan positif.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *